Valentine Menjadi Mediasi Toleransi di Indonesia?

Hari Valentine yang biasa dirayakan pada tanggal 14 Februari. Pada hari ini (valentine) setiap orang pasti merayakan dengan penuh suka cita dan penuh kedamaian. Sehingga momentum valentine sering dimakanai sebagai hari berbagi kasih sayang. Tidak sepatutnya ikut merayakan apabila tidak mengetahui Sejarah valentine itu sendiri.

Sejarah Valentine

Kata ‘Valentine’ sendiri diambil dari seorang pendeta ‘pelayan tuhan’ yang bernama Santo Valentine. Ia dibunuh pada 14 Februari 270 M karena menentang penguasa romawi mengenai kebijakan Kaisar Romawi yang melarang pernikahan dan pertunangan dimana pada masa 268 – 270 M dipimpin oleh Raja Claudius II.

Hari kematian Santo Valentine itu lah yang diabadikan oleh gereja sebagai hari Valentine dan dijadikan momentum simbolik pengungkapan kasih sayang oleh masyarakat Nasrani dengan upacara keagamaan karena Santo valentine yang dianggap sebagai symbol ketabahan, keberanian, dan kepasrahan dalam menghadapi cobaan hidup.

Namun pada abad 16 M peringatan upacara keagamaan mulai luntur dan berubah menjadi perayaan yang kemudian dihubungkan dengan pesta jamuan kasih sayang bangsa Romawi kuno yag disebut ‘Supercalis’ yang jatuh pada tanggal 15 Februari.

Kemudian setelah bangsa romawi masuk agama Nasrani (Kristian), penerimaan upacara kematian St. Valentine sebagai ‘hari kasih sayang’ yang juga berkaitan dengan kepercayaan orang eropa bahwa pada tanggal 14 Februari adalah waktu kasih sayang bagai burung jantan dan betina. 

Dalam Bahasa Prancis Normandia abad pertengahan terdapat kata “galentine” yang berarti ‘galant atau cinta’. Nah persamaan kata galentine dan valentine dan dengan perkembangan zaman yang membuat makna peringatan valentine bergeser jauh pengertiannya dari 1700 tahun lalu membuat orang pada zaman sekarang mengenal valentine dari greeting card, tukar kado, pesta persaudaraan dan sebagainya.

Lantas bagaimana hari valentine dalam menempatkan keberagaman dan toleransi? Bukankah hari valentine tidak hanya sekedar bahwa kita berbagi kasih hanya kepada orang terdekat melainkan kepada saudara yang berbeda keyakinan dan budaya dengan kita? Maka dari itu kita harus melihat kembali momen valentine ditengah keberagaman Indonesia.

Logika publik yang memandang keberagaman menjadi musuh karena memandang diri paling suci tanpa dosa dan mengkambing hitamkan kubu lain akan menciptakan beragam kekerasan atas nama identitas.

Pada kondisi keberagaman seperti ini akan mulai mengalami polarisasi karena kurangnya toleransi dan sikap saling kasih diantara sesama,  membuat momen valentine menjadi media jalan damai untuk membentuk Kembali kondisi sosial yang lebih baik dengan keberagaman ini yang akan membuat kita lebih mudah bersikap toleransi terhadap keberagaman lain.

Keberagaman yang ada di Indonesia adalah modal sosial penting bagi masa depan dan peradaban Indonesia di kemudian hari, akan tetapi hal itu tidak akan ada artinya, maka dari itu mulai hari ini kita mengupayakan  Tidak ada lagi sekat dan garis demarkasi yang menghambat untuk melakukan upaya toleransi ditengah keberagaman sebagai modal sosial dan bekal demi membangun Indonesia menuju bangsa yang beradab secara etika dan moral

Sumber referensi:

Sikap Seorang Muslim tentang Hari Valentine (darunnajah.com)

Valentine, Keberagaman, dan Toleransi | GEOTIMES

Oleh : Ihda Lu’lu Izzahroh (PP Roudlotul Mubtadiin Balekambang, Jepara)

Anda mungkin juga suka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *