Amal dan Ilmu yang Tidak Seimbang Ibarat Kaki Berjalan dengan Pincang

a.) Amal

Amal merupakan tindakan yang dilakukan oleh seorang manusia secara sengaja dengan mempunyai tujuan atau maksud tertentu. Amal terbagi menjadi tiga bagian, yakni :

1.) Amal Ibadah

Amal ibadah merupakan bentuk perbuatan yang berhubungan dengan Allah SWT (Hablummin Allah) dalam penghambaan manusia. Amal ibadah seperti sholat, zakat, puasa, dzikir, haji, dan lain sebagainya.

2.) Amal Jariyah

Amal jariyah merupakan suatu tindakan yang memberikan manfaat kepada seseorang atau masyarakat di mana manfaat tersebut mengalir ke generasi selanjutnya atau individu ke individu. Amal jariyah seperti tanah wakaf, infaq untuk pembangunan masjid atau sekolah, mengajarkan ilmu ke individu dan orang yang diajari mengajarkan lagi ke orang lain dan seterusnya, dan sejenisnya lainnya.

3.) Amal Sholih

Amal sholih adalah perbuatan sungguh-sungguh dalam menunaikan ibadah, baik ibadah hablum minannas (hubungan antar manusia) seperti transaksi jual beli, saling berbagi, hubungan sosial dalam masyakat, dan hablummin Allah (hubungan kepada Allah SWT).

Amal merupakan bentuk aktualisasi dari ilmu. Maka dari itu amal yang tidak di dasari dengan ilmu akan kurang sempurna dalam mencapai atau mengharap pahala dan ridho dari Allah SWT. Bahkan ada Istilah  “ لا يقبل الله العمل إلا بعلم” (Allah SWT tidak menerima amal kecuali dengan ilmu). 

b.) Ilmu

Ilmu di ambil dari masdar yang berasal dari kata علم- يعلم- علما  yang artinya pengetahuan. Orang yang berilmu adalah orang yang berpengetahuan. Ilmu dihasilkan dari proses peneletian, pengamatan, dan pembuktian secara sistematis yang dapat diuji kebenarannya.

Jika kita melihat biografi atau narasi tentang ulama` yang tidak jarang kita temukan mereka yang menghabiskan waktu serta biaya dan merantau untuk menimba ilmu.  Mesti timbul pertanyaan dari kita tentang “apakah mereka tidak merasa tersiksa dengan itu semua?”. Tentu tidak, justru para ulama` sangat menikmati seluruh perjuangan mereka dalam menimba ilmu. Berkata Abu Ishaq Al-Ilbiri Rahimahullah

فلو قد ذقت من حلواه طعما  لآثرت التعلم واجتهدت ولم يشغلك عنه هوى مطاع  ولا دنيا بزخرفها فتنت

ولا ألهاك عنه أنيق روض  ولا خدر بربربه كلفت

“Dan jikalau kau sudah mengecap manisnya ilmu, niscaya kau akan meletakkannya di atas segala sesuatu sehingga dorongan nafsu takkan menyibukkanmu, dunia beserta keindahannya tidak jadi fitnah bagimu dan indahnya taman dunia takkan melalaikanmu, hingga gadis-gadis jelita takkan membayangi benakkmu”

Akan tetapi juga sebaliknya, bahwa ilmu tanpa amal adalah suatu kebohongan atau sekedar wacana tanpa bukti nyata. Maka dari itu ilmu dan amal harus saling berhubungan dan beriringan layaknya suatu kaki yang digunakan untuk berjalan. Jika salah satu kaki kanan atau kiri ada yang hilang, maka kaki akan berjalan dengan pincang dan menghambat untuk mencapai ke suatu tempat yang di maksud, artinya pahala dan ridho Allah SWT.

c. Kisah Unik Ulama` yang Berpendapat Tentang Orang yang Ahli Ilmu Tetapi Tidak Ahli Amal dengan Ahli Amal Tetapi Tidak Ahli Ilmu

Dulu ada dua ulama` yang sama-sama setuju bahwa ilmu dan amal adalah saling berkaitan dan berhubungan. Akan tetapi, masing-masing mereka memiliki perbedaan pendapat tentang lebih baik mana antara orang ahli ilmu tetapi tidak ahli amal dengan ahli amal tetapi tidak ahli ilmu.

Akhirnya dua ulama` tersebut membuktikan pendapatnya masing-masing. Ulama yang berpendapat bahwa lebih baik ahli amal dari pada ahli ilmu menguji pendapatnya dengan berbicara di luar rumah kepada orang yang sedang berdzikir namun tidak memiliki ilmu tersebut. Rumah zaman dulu masih banyak yang terbuat dari anyaman bambu sehingga terdengar keras ulama` yang berbicara kepadanya. Ulama` tersebut berbicara “wahai hambaku, aku ini adalah tuhanmu yang engkau sembah. Engkau hamba ku yang taat beribadah, jadi aku memberikan engkau kebebasan untuk melakukan semua yang aku larang, seperti zina, mabuk, meninggalkan sholat dan lain sebagainya”. Mendengar ada suara tersebut, orang yang ahli ibadah tetapi tidak memiliki ilmu tersebut sangat senang dan keluar rumah sambil berteriak-teriak bahwa dia telah diberi kebebasan tuhannya untuk melalukan semua yang dilarang tuhannya.

Betapa ruginya orang yang ahli ibadah tetapi tidak ahli ilmu. Dengan cerita tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa orang tersebut telah rusak ketauhidannya karena percaya yang berbicara ketika dia berdzikir adalah Allah SWT.

Ulama` yang berpendapat bahwa lebih baik orang yang ahli ilmu tetapi tidak ahli amal dengan menguji berbicara kepada orang yang sedang mabuk. Ulama` tersebut mengatakan “wahai orang yang sedang mabuk, aku adalah tuhan yang engkau sembah. Sekarang aku menghalalkan bagimu terhadap apa yang aku larang kepada-mu. Berbuatlah sesukamu sekarang!”.

Pemabuk kaget dengan orang yang berbicara demikian kepadanya. Dengan pandangan yang kabur dan mabuk berat, pemabuk ini berpikir dan teringat ayat tentang  لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ… bahwa allah tidak menyerupai atau tidak setara dengan sasuatu apapun. Akhirnya pemabuk tersebut mencari kayu untuk memukul ulama` yang berbicara demikan kepadanya.

Dari cerita tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa orang yang tidak ahli amal tetapi ahli ilmu masih dapat memegang ketahauhidannya meskipun dia seorang pemabuk. Betapa meruginya seorang yang ahli ilmu tetapi tidak ahli amal karena tidak dapat mengimplementasikan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.

Dari kedua cerita tersebut membuat kita sadar tentang manfaat amal dan ilmu yang harus berjalan dengan seiringan dan berdampingan. Semoga kita semua tidak tersebut orang yang dalam cerita tersebut dan semoga kita termasuk orang yang ahli amal dan ahli ilmu aamiin ya robbal alamin.

Anda mungkin juga suka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *