santrimillenial.id – Haji Badal merupakan salah satu praktik ibadah dalam Islam yang memungkinkan seseorang untuk menunaikan ibadah haji atas nama orang lain. Praktik ini berlandaskan pada pemahaman bahwa haji adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap muslim yang mampu, baik secara fisik maupun finansial. Namun, dalam kondisi tertentu, seperti sakit yang tidak memungkinkan seseorang untuk berhaji, sudah lanjut usia, atau telah meninggal dunia, Haji Badal menjadi alternatif untuk tetap memenuhi rukun Islam kelima tersebut.
Ketentuan Haji Badal
Haji Badal dapat dilakukan dengan syarat bahwa orang yang membadalkan telah menunaikan haji untuk dirinya sendiri. Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan dari seorang wanita dari Khats’am yang meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk menunaikan haji atas nama ayahnya yang sudah tua dan tidak mampu duduk di atas kendaraan.
Dalam praktiknya, Haji Badal harus memenuhi beberapa syarat tertentu. Pertama, orang yang dibadalkan harus dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk berhaji, baik karena sakit, renta, atau telah wafat. Kedua, orang yang membadalkan harus sudah melaksanakan haji untuk dirinya sendiri terlebih dahulu.
Niat merupakan komponen penting dalam ibadah Haji Badal. Niat harus dilafalkan dengan jelas, baik dalam hati maupun dengan lisan. Berikut adalah lafal niat Haji Badal yang direkomendasikan:
نَوَيْتُ الحَجَّ عَنْ فُلَانٍ وَأَحْرَمْتُ بِهِ للهِ تَعَالَى
“Nawaytul hajja ‘an fulan (sebut nama jamaah haji yang dibadalkan) wa ahramtu bihi lillahi ta‘ala.”
Artinya, “Aku menyengaja ibadah haji untuk si fulan (sebut nama jamaah yang dibadalkan) dan aku ihram haji karena Allah ta’ ala.”
Pelaksanaan Haji Badal mengikuti prosedur haji pada umumnya, namun dengan niat yang spesifik untuk orang yang dibadalkan. Semua ketentuan ibadah haji berlaku, termasuk wajib haji dan sunnah-sunnahnya.
Hal ini pernah menjadi bahasan dalam Bahtsul Masail para ulama dari Nahdlatul Ulama Provinsi Sumatera barat menyatakan bahwa Haji Badal dibolehkan dan sah menurut syariat. Pandangan ini didukung oleh ulama mazhab Syafi’i dan berdasarkan hadis yang sahih. Dalam konteks gender, tidak ada dalil yang menyatakan bahwa laki-laki harus membadalkan haji laki-laki dan perempuan harus membadalkan haji perempuan. Sehingga, seorang anak laki-laki boleh membadalkan haji ibunya atau sebaliknya.
Haji Badal adalah praktik yang menunjukkan solidaritas dan kepedulian dalam umat Islam. Melalui Haji Badal, mereka yang tidak mampu menunaikan haji karena alasan yang sah tetap dapat memenuhi salah satu rukun Islam.
Oleh: Badrut Tamam (PP. Assholihiyyah Genuk Semarang)