Muharram Ajang Meningkatkan Keimanan dan Persatuan

santrimillenial.id – Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam sistem penanggalan Qamariyah (penanggalan Islam), oleh karena itu 1 Muharram merupakan awal Tahun Baru Hijriyah. Bulan Muharram juga dikenal sebagai bulan Syuro/Asyuro. Masyarakat muslim menjalankan berbagai tradisi selama bulan Muharram di Indonesia. Peringatan Asyura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram merupakan momen penting untuk mempererat persatuan. Asyura adalah upacara peringatan yang mengingatkan umat Islam akan perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan Nabi Musa dan kaumnya untuk menyelamatkan diri dari Firaun. Peringatan ini juga mengingatkan umat Islam akan syahidnya cucu Nabi Muhammad, Imam Husain, dalam Pertempuran Karbala.

Kisah-kisah ini mengajarkan pentingnya solidaritas dan kebersamaan dalam menghadapi cobaan dan kesulitan. Umat Islam diingatkan akan pentingnya persatuan dalam pelaksanaan ajaran agama, melawan kezaliman dan membela kebenaran. Muharram adalah tempat di mana perbedaan dihilangkan, ikatan persaudaraan dikuatkan dan hati serta pikiran umat Islam dipersatukan.

Syukur memiliki peran sentral dalam menjalin persatuan di bulan Muharram. Syukur kepada Allah SWT merupakan bentuk penghormatan dan penghargaan atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada umat manusia. Umat Islam dianjurkan untuk lebih banyak berdzikir dan berdoa untuk mengingat dan mensyukuri nikmat Allah. Dengan rasa syukur yang mendalam, umat Islam dapat menjaga persatuan dan menghindari perpecahan yang tidak diinginkan.

Bulan Muharram juga merupakan waktu yang tepat untuk mengenali dan menghargai perbedaan di antara umat Islam. Muslim berasal dari latar belakang etnis, budaya dan bahasa yang beragam. Muharram mengajarkan umat Islam untuk menghormati keragaman ini dan menjadikannya sebagai kekuatan pemersatu umat Islam. Menghormati keragaman dan saling menghormati adalah prinsip penting untuk menciptakan persatuan. Tradisi menyambut malam Muharram atau malam sura antar umat merupakan variasi dari tradisi agama Hindu yang sedikit dimodifikasi dan berasimilasi dengan ajaran agama Islam. Padatnya tradisi dan budaya Kejawen di masyarakat memaksa para ulama untuk mencari cara agar tradisi tersebut tetap hidup tanpa melanggar syariat agama.

Salah satu tradisi yang mampu diubah oleh para ulama adalah tradisi Nyadran. Nayadran yang semula dilatih untuk menyembah arwah, digantikan dengan lantunan tahlil dan doa bersama. Kemudian, pada proses selanjutnya, makanan atau lekukan yang semula digunakan sebagai sesaji tersebut akhirnya dimakan bersama oleh warga dengan menggunakan daun pisang sebagai alasnya di sepanjang jalan.

Sedangkan tradisi lain yang dibawakan secara eksklusif oleh para ulama namun tidak bertentangan dengan syariat Islam, salah satunya adalah tradisi membaca tahfidzul al quran pada malam pertama bulan Muharram di pesantren.

Persatuan umat Islam di bulan Muharram tidak hanya berarti persatuan masyarakat setempat tetapi juga persatuan umat Islam di seluruh dunia. Dengan mengedepankan rasa syukur, menghargai perbedaan, menjunjung tinggi keadilan dan bekerja sama dalam semangat persatuan, umat Islam dapat membangun hubungan persaudaraan yang kuat. Semoga persatuan umat Islam makin kokoh di bulan Muharram dan selalu terjaga di segala situasi dan tempat.

Anda mungkin juga suka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *