free page hit counter

Prinsip Toleransi Antar Umat Beragama

Indonesia sebagai negara yang memiliki populasi Muslim terbesar kedua di dunia setelah Pakistan, sudah lama menghadapi problematika keberagaman. Perbedaan tersebut menjadi hal yang lumrah dan sudah diterima dengan simbol negara yang Bhineka Tunggal Ika. Sehingga relasi antara umat beragama baik yang Muslim maupun non-Muslim bukan lagi menjadi perdebatan panjang.

Enam agama yang hadir di Indonesia seperti Kristen Protestan, Katolik, Budha, Hindu, Islam sampai Konghuchu telah berdampingan dan hidup damai satu sama lain. Moderasi beragama di Indonesia sudah mendarah daging. Bukan lagi sebagai isu yang perlu digaungkan, namun bagian dari kebiasaan masyarakat Indonesia.

Kerekatan dan kebersamaan sesama warga Negara Indonesia telah berjalan dengan rukun. Masing-masing mengimplementasikan perintah sesuai dengan agamanya tanpa ada sekat. Semua saling memahami dan saling mengerti.

Hidup berdampingan tanpa memaksa dan merendahkan agama yang satu dengan yang lainya, menciptakan kedamaian bagi masyarakat Indonesia di negara yang Bhineka ini. Keterbukaan antar umat mampu membawa Indonesia lebih bijaksana. Dialog antar agama juga menjadi identitas bangsa yang sudah menyatu dengan keseharian masyarakat Indonesia.

3 Prinsip Interaksi Muslim dan Non-Muslim

Kesuksesan Rasulullah dalam berdakwah salah satunya karena sikap toleransi yang tinggi. Beliau mampu merubah pola masyarakat Arab baik di Makkah maupun Maudinah dengan menjunjung tinggi nilai keberagaman anatar suku.

Beliau juga tidak membatasi interaksi hanya kepada Muslim saja. Selama tidak mengganggu dan menyakiti satu sama lain dan menjaga batas kewajaran sebagai makhluk Allah SWT.

Dalam mengimplementasikan interaksi antar umat beragama, ada baiknya sebagai umat Muslim melihat prinsip yang perlu menjadi acuan dalam mempraktikannya. Poin tersebut antara lain

  1. Al-hurriyah al-Diniyyah (kebebasan beragama)

Kebebasan beragam disini, bukan membenarkan semua agama. Namun Islam mengajarkan  untuk memahami dan menghargai atas realitas keberagaman. Apalagi dalam memeluk kepercayaan tidak boleh ada paksaan.

Prinsip tersebut juga bagian dari perintah untuk tidak menghina maupun memaki agama lain. Sebagaimana tercantum dalam Q.S Al-An’am ayat 108.

Sebagai Negara Pancasila, Indonesia juga melindungi warganya tanpa melihat status agamanya apa. Hal ini tertuang dalam konstitusi negara UUD 1945 pasal 29 ayat 24 dengan kalimat;

“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaan itu”.

  • Al-Insaniyyah (kemanusiaan)

Islam mengajarkan untuk berbaur dengan siapa saja tanpa melihat golongan, suku, bangsa, apalagi agama. Semua manusia sama. Yang membedakannya kata Allah SWT hanyalah ketakwaan mereka kepada sang pencipta.

Menempatkan nilai kemanusian harus di posisi tertinggi terhadap sosial. Inilah yang menciptakan Islam mendapatkan tempat di seluruh dunia atau Islam yang rahmatan li al-alamin.

Prinsip al-wasathiyyah sebagai seseorang yag memegang jalan tengah tanpa berpihak pada konservatif atau fanatik terhadap  sesuatu. Namun tidak mudah goyah dalam kebimbangan. Bukan berarti tidak memiliki keteguhan, tetapi selalu mencari jalan tengah untuk menyelesaikan problemtika maupun dalam memegang perspektif.

Meskipun jika menelisik lebih dalam, makna al-wasathiyyah bisa berbeda sesuai dengan pandangan masing-masing. Namun perlu memahami jika al-wasathiyyah  bertujuan untuk menciptakan kehidupan yang tentram dan damai.

Tiga prinsip dalam berinteraksi antar sesama manusia dengan kepercayaan yang berbeda menjadi pijakan. Sehingga mampu membatasi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di luar perkiraan. Setidaknya memiliki nilai-nilai prioritas dalam mengaplikasikan kemasyarakatan yang beragam.

Sumber gambar: WartaNTT

Anda mungkin juga suka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *