Hukum mempercayai hitungan weton untuk tanggal pernikahan

Catatan nikah di Indonesia

Santrimilenial.id_Dari awal tahun 2024 hingga saat ini, data pernikahan di Indonesia mencerminkan tren perubahan yang di pengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi, dan budaya. Dalam beberapa tahun terakhir, angka pernikahan mengalami penurunan karena berbagai alasan, termasuk fokus yang lebih besar dari generasi muda terhadap pendidikan dan karier. BPS mencatat bahwa di tahun 2023, jumlah pernikahan mencapai sekitar 1,58 juta, lebih rendah di bandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di banyak negara dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Penundaan pernikahan sering di kaitkan dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan pergeseran prioritas hidup generasi muda, yang cenderung menunda komitmen pernikahan demi fokus pada pekerjaan dan stabilitas finansial terlebih dahulu.

Menurut survei, lebih dari separuh anak muda menyebutkan bahwa karier adalah alasan utama mereka menunda pernikahan. Pengaruh pemberdayaan perempuan dan pergeseran budaya yang lebih modern juga mempengaruhi keputusan ini, dengan banyak perempuan yang memilih untuk mencapai kemandirian ekonomi dan pendidikan sebelum memikirkan pernikahan.

Publikasi BPS selanjutnya di harapkan akan memberikan angka pasti untuk periode Januari hingga Oktober 2024. Namun laporan umum ini menunjukkan pola yang cukup konsisten.

Namun yang cukup menarik menjadi perbincangan di musim pernikahan. Banyak di jumpai masyarakat yang menentukan hari pernikahan berdasarkan hitungan kejawen atau Weton (neptu dan pasaran tanggal kelahiran). Karena sebagian dari masyarakat mempercayai akan adanya suatu dampak negatif jika hari pernikahan atau hajat lain tidak tepat tanggal berdasarkan hitungan Weton tersebut.

Menentukan berdasarkan hitungan kejawen



Dalam menyikapi fenomena yang telah mengakar kuat di masyarakat ini, dalam kumpulan fatwa Imam Ibnu Ziyad di jelaskan:

إِذَا سَأَلَ رَجُلٌ آخَرَ: هَلْ لَيْلَةُ كَذَا أَوْ يَوْمُ كَذَا يَصْلُحُ لِلْعَقْدِ أَو النُّقْلَةِ؟ فَلَا يَحْتَاجُ إلَى جَوَابِ، لِأَنَّ الشَّارِعَ نَهَى عَنِ اعْتِقَادِ ذَلِكَ وَزَجَرُ عَنْهُ زَجْراً بَلِيغاً، فَلَا عِبْرَةً بِمَنْ يَفْعَلُهُ، وَذَكَرَ ابْنُ الْفَرَكَاحِ عَنِ الشَّافِعِي أَنَّهُ إِنْ كَانَ الْمُنَجُمُ يَقُولُ وَيَعْتَقِدُ أَنَّهُ لا يُؤثرُ إلَّا الله، وَلَكِنْ أَجْرَى اللهُ الْعَادَةَ بِأَنَّهُ يَقَعُ كَذَا عِنْدَ كَذَا، وَالْمُؤَثِرُ هُوَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ، فَهَذَا عِنْدِي لَا بَأْسَ بِهِ

“Ketika ada seorang bertanya: Apakah malam ini atau hari ini baik untuk menyelenggarakan akad atau pindahan? Maka pertanyaan demikian tidak perlu dijawab. Karena syariat melarang secara tegas untuk mempercayai hal demikian. Dan Ibnu Al-Farkah mengutip dari Imam Syafi’i. Bahwa apabila seorang ahli nujum (ilmu perbintangan/ilmu hitung kuno) berkata dan ia percaya bahwa semuanya tidak akan terjadi tanpa takdir Allah. Dan Allah menjalankan semuanya sesuai adat yang biasa terlaku bahwa akan terjadi sesuatu bila dilakukan ketika waktu tertentu. Maka hal tersebut tidak masalah.” (Ghoyah At-Talkhis Al-Murad, hal. 268)
Dengan demikian, mempercayai hitungan kejawen, Weton atau hitungan kuno lain dalam menentukan hari tidak diperbolehkan. Kecuali masih mempercayai bahwa semua hal tidak pernah terlepas dari ketentuan dan takdir Allah SWT. Maka jika begitu, mempercayainya tidak masalah serta tidak mengganggu terhadap akidah keimanan.

Oleh: Al Ma’ruf PP Salaf APIK Kaliwungu

Anda mungkin juga suka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *