free page hit counter

Muslim modern. Bisakah 100% tetap Indonesia?

santrimillenial.id – Untuk menjadi Muslim modern, kerapa kali masyarakat Islam Indonesi menjadikan budaya Arab dan budaya Barat sebagai rujukan. Budaya Arab menjadi rujukan gaya hidup yang Islami. Nama Arab, bahasa Arab dan pakaian Arab diyakini memiliki makna religius. Muslim Indonesia berbondong-bondong menggunakan jubah dan cadar. Agar dianggap menjadi Muslim yang ta’at. Bahasa Arab juga menjadi rujukan utama di dalam keilmuan pesantren dan bahkan sampai perguruan tinggi. Lagu-lagu berbahasa Arab pun sering kali didendangkan oleh musisi tanah air. Walaupun berisi roman picisan . Bahkan, lagu Indonesia pun diubah menjadi Arab.

Hal yang sama juga terjadi pada budaya Barat. Barat dipandang sebagai rujukan gaya hidup modern. Penggunaan nama yang berbau Barat, cara berpakaian, bahasa, dan gaya pergaulan Barat yang diyakini sebagai sesuatu yang modern. Bahasa Inggris juga menjadi rujukan utama dalam keilmua pesantren dan perguruan tinggi modern. Lagu berbahasa inggris pun menjadi favorit anak muda zaman sekarang.

Bagaimana Kabar Budaya Indonesia?


Jika kelompok Islam senang menggunakan panggilan akhi dan ukhti. Maka kelompok modern menggunakan panggilan bro dan sis. Muslim indonesia yang taat senang menggunakan panggilan akhi dan ukhti. Sedangkan muslim indonesia modern senang menggunakan panggilan bro dan sis. Padahal di Indonesia sendiri mempunyai panggilan yang beragam. Kita bisa tetap memanggil mbak-mas, a’a-teteh dan panggilan lain tanpa harus mengurangi keislama dan kemodernan kita. Tetap bisa memakai batik, tanpa harus meninggalkan sholat di masjid dan tampil necis. Tetap menyanyikan lagu-lagu Indonesia dengan tetap menerapkan nilai-nilai Islami.

Muslim indonesia bukanlah orang Arab maupun Barat. Untuk menjadi muslim, kita tidak harus berpenampilan, berpikir dan bersikap seperti orang Arab. Begitu pula untuk menjadi modern, kita tidak perlu berpenampilan, berpikir dan bersikap seperti orang Barat. Kita bisa menjadi muslim dan modern dengan tetap 100% Indonesia.

Takwa Sebagai Barometer

Takwalah Yang Membedakan Kita
Sebelum Nabi Muhammad Saw. wafat, beliau memberika khotbah pada saat haji wadak. Pesan ini dikutip dari teksnya Musnad Ahmad (Hadist nomor 22391):
وعن أبي مضرة قال:حدثني من سمع خطرة النبي صلى الله عليه وسلم في وسط أيام التشريق فقال: يا أيها الناس، إن ربكم واجدا وأباكم واحد، ألا لا فضل العربي على عجمي، ولا لعجمي على عربي، ولا أسود على أحمر، ولا أحمر على أسود إل بالتقوى، أبلغت؟ قالوا: بلغ رسول الله صلى الله عليه وسلم.

Dari Abu Nadhrah telah menceritakan padaku orang yang pernah mendengar khotbah Rasulullah Saw. Di tengah-tengah hari tasyrik beliau bersabda, “wahai sekalian manusia! Tuhan kalian satu, dan ayah kalian satu (maksudnya nabi Adam). Ingatlah, tidak ada kelebihan bagi orang Arab atas orang ‘ajam ( non Arab) dan bagi orang ‘ajam atas orang Arab, tidak ada kelebihan bagi orang berkulit merah atas orang berkulit hitam, (begitu pula) bagi orang berkulit hitam atas orang berkulit merah kecuali ketakwaan. Apa aku sudah menyampaikan?” Mereka menjawab, “Ya, benar Rasulullah Saw. telah menyampaikan.”

Di dalam Al-Qur’an QS al-Hujurat:13 juga dijelaskan bahwa yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang bertakwa.
إن أكرمكم عند الله أتقاكم

Islam sudah jelas mengajarkan kepada kita bahwa untuk menjadi Muslim tidak harus selalu mengikuti orang Arab. Baik orang Jawa, Tiongkok ataupun Jerman, harus menjadi muslim yang tetap menjaga kebudayaan masing-masing. Muslim Indonesia bisa tetap 100% Indonesia sepanjang memelihara ketakwaannya.

Penulis: Putri Nadillah

Anda mungkin juga suka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *