free page hit counter

Meneladani Cara Berpolitik Nabi Muhammad SAW

Indonesia akan segera memasuki tahun politik pada tahun 2024. Gegap gempita pesta demokrasi lima tahunan tersebut sudah mulai terasa dengan banyaknya calon legislatif yang mulai sibuk memperkenalkan dirinya kepada masyarakat, partai-partai yang mulai sibuk menentukan koalisi, dan juga bursa calon presiden dan calon wakil presiden yang semakin seru untuk disimak.

Namun tidak dapat di pungkiri banyak juga pihak yang melakukan kampanye dengan cara menyerang individu lawan politiknya daripada menjelaskan visi dan misinya, hal ini tentu merupakan hal yang sangat tidak etis karena hanya akan menimbulkan kebencian antar pendukungnya sehingga menjadi persaingan yang tidak sehat yang akan berlanjut sampai usainya gelaran pemilu, dan pada akhirnya nilai-nilai dari demokrasi itu sendiri tidak dapat berjalan dengan baik.

Politik sendiri merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam bermasyarakat dan bernegara, serta dalam beragama. Bahkan Nabi Muhammad SAW sendiri pun juga melakukan aktivitas politik, beliau melakukannya demi kemaslahatan umat, bukan untuk kepentingan pribadi.

Hasil dari produk politik Nabi Muhammad SAW salah satunya yaitu Piagam Madinah (622 M) yang beliau rumuskan dan tanda tangani pasca hijrahnya beliau. Di Madinah juga kala itu, beliau membangun masjid yang juga berfungsi sebagai tempat untuk menerima delegasi non-muslim yang datang dari berbagai negeri. Contoh lain dari politik Nabi Muhammad SAW adalah perjanjian Hudaibiyah serta gencatan senjata antara kaum muslimim dengan kaum musyrikin. Cara berpolitik Nabi Muhammad sendiri juga bisa kita jadikan contoh yang patut kita praktekkan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Pertama, politik Nabi Muhammad SAW  sendiri dirumuskan lewat musyawarah, baik melalui individu maupun kelompok. Artinya Nabi Muhammad tetap merumuskan bersama  orang-orang disekitarnya untuk menghasilkan keputusan politik yang baik. Contohnya yaitu ketika perang Uhud beliau bermusyawarah untuk menentukan apakah akan tetap tinggal di Madinah atau menghadapi musuh. Hasil dari musyawarah tersebut diambil dari suara yang terbanyak yaitu agar semuanya keluar menghadapi musuh, akhirnya Nabi pun ikut.

Kedua, Nabi Muhammad SAW berpolitik dengan tujuan untuk kemaslahatan umat, bahkan mendahulukan kepentingan umat dibandingkan kemaslahatan diri sendiri. Contohnya adalah ketika Nabi memiliki niat untuk merenovasi ka’bah. Beliau akhirnya mengurungkan niat tersebut karena khawatir mendapatkan penolakan bahkan dapat menjadikan perselisihan pada masyarakat muslim yang masih baru keislamannya. Pada akhirnya ka’bah direnovasi setelah umur agama Islam sudah cukup dapat memahami  dan memaklumi ide pembangunan kembali ka’bah pada masa Abdullah bin Zubair.

Ketiga, sikap politik Nabi Muhammad SAW yaitu tidak menerima gratifikasi atau imbalan tertentu agar Nabi Muhammad SAW berhenti berdakwah dan juga memimpin umat. Contohnya ketika Nabi mendapat lobi dari kaum musyrikin lewat pamannya yaitu dengan tawaran berbagai macam kenikmatan duniawi. Nabi menjawab “Wahai paman, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, supaya aku meninggalkan misiku, pasti aku akan menolaknya dan akan terus berusaha walau aku mati dalam melaksanakannya.”

Keempat, politik Nabi Muhammad SAW jauh dari kata penghianatan baik pada kawan maupun kepada lawannya. Bahkan ketika Nabi memiliki perjanjian dengan musuh akan tetapi musuh memiliki gerak-gerik untuk menghianati perjanjian terseebut, Allah melarang Nabi untuk menyerang terlebih dahulu sebelum adanya tindakan yang berujung pada pembatalan perjanjian.  

Kemudian untuk yang kelima,  sikap politik Nabi Muhammad SAW berlandas pada  pada keadilan, baik kepada kaum muslimin maupun kaum non-muslim. contohnya suatu hari saat Nabi Muhammad SAW sedang bertamu ke rumah Abu Bakar, kemudian ada yang mengetuk pintunya. Ternyata orang itu beragama Nasrani dan ia memiliki maksud mencari Nabi SAW karena ia dizalimi Abu Jahal bin Hisyam yang mengambil hartanya. Nabi saw pun segera pergi ke rumah Abu Jahal serta memintanya untuk mengembalikan harta orang beragama Nasrani tersebut.

Demikian penjelasan mengenai politik Nabi Muhammad SAW yang bertujuan untuk kemaslahatan umat, menghindarkan kerugian pada masyarakat, menghindari praktik gratifikasi, memiliki sifat adil, anti terhadap penghianatan baik pada kawan ataupun lawan. Semoga kita semua dapat meneladaninya.

Oleh : Badrut Tamam (PP. ASSHOLIHIYYAH, SEMARANG)

Sumber Gambar : https://artikula.id/mundzir2901

Anda mungkin juga suka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *